Senin, 08 Desember 2008


Sang Pemimpin
Cita-cita menuju masa depan Indonesia yang gemilang bukanlah sebuah mimpi dan angan-angan, tapi sebuah keharusan yang harus menjadi semangat untuk melakukan perubahan yang paling baik. Cita-cita agung ini perlu adanya seorang pemimpin sejati yang mampu menggerakan sumua elemen dalam melakukan perubahan kearah positif.
Ada sebuah pepatah berbunyi “Negara yang tangguh salah satunya bisa dilihat dari sosok pemudanya”. Kenapa harus pemuda? Jawabannya singkat. Karena pemuda adalah sosok yang memiliki semangat bergelora, daya ingat dan berpikir yang cepat dan tepat, juga fisik yang sangat prima.
Pentingnya posisi pemuda sebagai tulang punggung suatu bangsa seharusnya membangun kesadaran bagi setiap orang tua untuk mendidik anak-anaknya dan tentu saja harus menjadi kesadaran diri pemuda itu sendiri. Hal ini jelas karena suatu bangsa yang ingin maju tentu membutuhkan pemuda berkualitas, kreatif, mandiri, dan suka berkarya.
Jika semua pemuda Indonesia bertekad untuk menjadi pemuda berkualitas tentu saja impian akan kejayaan dan ketangguhan negara Indonesia nantinya besar kemungkinan akan terwujud. Ya, siapa pun pasti berharap akan muncul pemuda-pemuda tangguh yang mengikuti jejak para pahlawan bangsa.

Kecenderungan global saat ini memang sedang terjadi arus pergeseran kepemimpinan politik dari ”generasi tua” yang dalam makna pernah memiliki rekam jejak dengan status quo kepada generasi muda yang memiliki skema ideologi yang progresif (nasionalis).
Di Amerika Latin, para pemimpin (presiden) usianya rata-rata 40-50 tahun. Mereka terbukti berhasil membangkitkan jiwa nasionalisme dan mampu mendatangkan program politik-ekonomi yang membawa kemakmuran bagi masyarakat.
Evo Morales yang menjadi presiden pada 2005 dalam usia 38 tahun, berhasil dengan program penasionalan aset minyak dan gas (migas) yang membuat ekonomi Bolivia tumbuh pesat dalam skema program keadilan sosial.
Hugo Chaves (55) berhasil menjadikan Venezuela menjadi negara Amerika Latin terdepan dalam pembaharuan multiprogram sosial-ekonomi dan tidak lagi bergantung kepada kepentingan negara-negara imperialis (barat). Di AS, kehadiran sosok Barack Obama menjadi magnet bagi wacana kepemimpinan muda dengan visi baru yang membangkitkan gairah nasionalisme AS yang humanis.
Bagaimana dengan Indonesia?

Tidak ada komentar: